Jumat, 29 Januari 2010

Gugurnya menandakan awal yg baru




“Apa kau tak bosan melakukan itu tiap sore, Nak?”
Dengan tetap melanjutkan kegiatannya, anak itu tersenyum pada sang ayah, “Bagaimana bisa kuhentikan ini, Bi?” Si anak melapangkan kedua tangan, seketika daun-daun kuning tua menjatuhinya, kembali mengulum senyum ia mengayun-ayunkan sapu seraya mengumpulkan daun-daun tadi.
“Kenapa daun-daun itu gugur tiap hari ya? Kalau saja tidak, mungkin sore-sore begini kamu bisa pergi bermain,” Ayahnya yang sedari tadi duduk di emperan memandangi pohon yang usianya bahkan lebih tua dari orang tuanya.

“Kalau daun-daun yang sudah tua ini tidak gugur, pohon kita tidak akan tumbuh, Bi. Tidak akan ada daun-daun yang baru, muda dan segar”
“Apa tidak ada kontak antara keduanya?” tanya ayah lagi.
“Maksud Abi?” Si anak menghentikan pekerjaannya sejenak.
“Pohon dan daun-daun ini,”
“Mungkin ada, kita tak tahu saja”
“Rasanya sedih sekali pohon kita tiap hari ditinggalkan daun-daunnya, terlebih jika daun itu terpaksa meninggalkannya,”
“Tidak, Bi. Kurasa tidak,” Si anak pindah ke sisi yang lain, melanjutkan menyapu, “Daun-daun ini mungkin meninggalkannya, tetapi daun juga bisa menjadi kompos, nutrisi guna menumbuhkan daun-daun yang baru. Mereka tetap meninggalkan manfaatnya. Meski dalam wujud lain, mereka tetap bisa bersamanya,”
Keadaan menjadi hening sejenak, angin sepoi sore hari sedikit merepotkan anak itu. Cepat-cepat si anak mengangkut mereka ke bak composting.
“Semakin lama pohon ini hidup,” Si anak berkata lagi, ”Makin banyak macam daun yang melekat di rantingnya. Muncul dan pergi silih berganti,”
“Seperti halnya manusia, bukan?” kini ayahnya berdiri, ”Sesuatu tidak akan datang bila nantinya dia tidak akan pergi,”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar